Serikat Pekerja Pertamina Hulu Mahakam (SP PHM)
>>> AYO KITA DUKUNG PRL ALIGNMENT YANG PROPORSIONAL & BERKEADILAN<<<

REFLEKSI 72 TAHUN INDONESIA MERDEKA

CERMIN RETAK

Oleh : Suharyono Soemarwoto.,MM

(Pemerhati Ketenagakerjaan & Ekonomi Kerakyatan; Mahasiswa S2 Prodi Doktor Ilmu Ekonomi Univ. Trisakti)

Email : harysmwt@gmail.com, Www.webkita.net

 

Bercermin dengan cermin retak pastilah akan nampak kepongahan, keganjilan dan ketidak-obyektifam atas apa yang seharusnya terjadi. Andai retaknya sedikit akan nampak juga pada sisi retaknya itu. Bagaimana halnya dengan banyak retak atau bahkan diretakkan demi kepentingan tertentu? Mari kita coba lakukan refleksi diri atas kemerdekaan yang diberikan Alloh SWT kepada kita rakyat, bangsa dan negara Kesatuan Republik Indonesia; sudahkan sesuai harapan atau salah arah?

 

Merdeka…! Merdeka…! Merdeka…!

 

Kemerdekaan Indonesia mustahil, tidak mungkin diraih hanya berpangku tangan, tanpa kerja keras, tanpa nasionalisme, tanpa perjuangan yang militan penuh keberanian jiwa patriotisme yang sangat luar bisasa. Pengorbanan jiwa raga, harta dan apa yang merka punyai telah dibuktikan. Mereka para pejuang kemerdekaan telah menjadi syuhada dan pahlawan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia. Yaa Alloh, terimalah amal shalihnya, lipatgandakan pahalanya; ampunilah dosa-dosanya dan jadikalah kita sebagai generasi penerusnya yang mampu mewarisi nilai-nilai perjuangan mereka. Tidak khianat atas kemerdekaan ini. Mampu mewujudkan semua cita-cita mereka ”Indonesia Merdeka”. Aaami yaa Robbal’alaamien.

 

Kini 72 tahun sudah Indonesia Merdeka. Subhanlloh wallhamdulillah, Alloh SWT masih memberi karunia kemerdekaan ini kepada rakyat, bangsa dan negara kita. Sementara di belahan dunia sana, masih ada rakyat, bangsa-bangsa yang terjajah, terjadi pemusnahan etnis dan perang

 

dimana-mana. Kita wajib bersyukur hingga kini masih dikarunia oleh Alloh SWT menjadi negara yang berdaulat. Misalnya Palestina sudah setengah abad (50 tahunan) dalam imperalisme namun hingga kini belum jua terwujud kemerdekaan. Dulu ada suku aborigin di Australia – suku bangsa asli di benua tersebut yang kini hampir punahlah mereka. Juga suku bangsa Aborigin, Indian, Melayu di Singapura sekarang hampir punah. Dan kita tidak boleh punah. Semua elemen kebangsaan harus bersatupadu menyelesaikan persoaaln prinsip dan mendasar ini dengan cepat agr kita tetap eksis berdaulat sepanjang masa dan untuk selama-lamanya. Mari semua anak bangsa Indonesia jangan terlena, waspadalah bahwa apa yang ada di hadapan kita itu semua bukan kami punya.

 

Bukan Kami Punya

 

Pusisi-esai TBKP (Tapi Bukan Kami Punya) karya Denny JA – Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang dibacakan panglima TNI pada bulan Mei yang telah lalu : ”Sungguh Jaka tak mengerti, Mengapa ia dipanggil polisi, Ia datang sejak pagi, Katanya akan diinterogasi. Dilihatnya Garuda Pancasila, Tertempel di dinding dengan gagah, Terpana dan terdiam si Jaka. Dari mata burung garuda; Ia melihat dirinya. Dari dada burung garuda, Ia melihat desa, Dari kaki burung garuda, Ia melihat kota, Dari kepala burung garuda, Ia melihat Indonesia; Lihatlah hidup di desa, Sangat subur tanahnya, Sangat luas sawahnya, Tapi Bukan Kami Punya; Lihat padi menguning, Menghiasi bumi sekeliling, Desa yang kaya raya, Tapi Bukan Kami Punya Lihatlah hidup di kota, Pasar swalayan tertata, Ramai pasarnya, Tapi Bukan Kami Punya. Lihatlah aneka barang, Dijual belikan orang, Oh makmurnya, Tapi Bukan Kami Punya. Jaka terus terpana, Entah mengapa, Menetes air mata ,Air mata itu Ia yang Punya”

 

Inti dari puisi dimaksud adalah situasi kekinian yang menggambarkan situasi dan kondisi yang ternyata itu semua bukan milik kami. Kita kehilangan jatidiri keasliannya. Hanya sebagai penonton yang ikut bersorak sorai karena terlena. Kita punya potensi sangat besar, kita mestinya mampu berdikari atas kekuatan sendiri. Kita punya sumberdaya alam melimpah, kita punya bonus demografi yang memadai dan perlu penangan serius lurus semata-mata demi kepentingan rakyat, bangsa dan NKRI.

 

Dampak kebijakan yang salah arah dan tidak memproteksi kaum pribumi harus dihentikan. Kita harus mengembalikan pada yang berhak atas negeri ini. Kepada para pemimpin yang dipilih rakyat melalui mekanisme pemilu yang sangat mahal, hendaknya fokus dan amanah agar jatidiri keindonesiaan kita, keasliannya kita tidak punah tergilas oleh roda-roda globalisasi atau ancaman-ancaman lain entah itu apa namanya. Dan yang pasti kita tidak ingin keaslian Indonesian menjadi punah menjadi seperti suku Aborigin , suku Indian atau lainnya yang punah. Selama hayat masih dikandung badan bumi yang dianugerahkan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) wajib kita jaga dan bela sampai titik darah penghabisan. Dan pastikan agar anak cucu negeri Indonesia ini sebagai generasi penerus bangsa sesuai cita-cita proklamasi tidak akan kehilangan sedikitpun dari keindonesiaan ini sesuai amanah Prolamasi 17

 

Agustur 1945 maupun nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Tiap-tiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabnnya kepada Alloh Tuhan yang Maha Esa.

 

Ada juga di suatu tempat, ada pimpinan perusahaan yang digaji dengan uang negara tidak mau menyelengarakan upacara bendera padahal fasilitasnya sangat lengkap, termasuk lapangan outdoor dan indoor. Ini bertentangan dengan perintash satuan di atasnya, juga bertentangan dengan Inpres tentang Upacara Bendera No.14/1981. Dimana nasionalisme mereka? Memangnya kalau tidak merdeka, mereka dapat menikmati pendidikan dan pekerjaan yang sangat layak itu?

 

Ada Keberhasilan, Tapi Masih Menyisakan Persoalan

 

Ada keberhasilan atas apa yang telah dilakukan sejak 72 th Indonesia Merdeka. Alhamdulillah ada sisi yang baik yang ini wajib dipertahankan dan dikembangkan. Janganlah dilihat dengan cermin retak. Apalagi teretakkanya disengaja dibikin seolah-olah semua sudah baik tidak ada yang kurang. Ada anasir-anasir tertentu misalnya menebar citra, politik adu domba, menang sendiri, alihkan isu, jebakan batman atas lawan-lawannya, termasuk campur tangan asing. Terlebih tahun ini telah menggeliat perpolitikan menjelang Pemilu 2019.

 

Jarak ketimpangan sosial semakin sangat jauh, si kaya semakin merajalela, si miskin semakin sangat menderita terlunta-lunta. Ini bisa kita lihat, apaabila kita bernai mengatakan apa adanya dan bercermin dengan cermin yang tidak retak. Misalnya di Kalimantan Timur tingkat penganguran dan kemiskinan masih tinggi, padahal di provinsi ini sangat kaya akan sumberdaya alamnya, batubarta, migas dan lain-lain. Sungguh ironi memang, bagaikan ayam mati di lumbung padi.

 

Di sisi lain, secara nasional jumlah utang negara melambung tinggi hingga Rp 3.672 Triliun pada kwartal I/2017. Membebani setiap warga negara yang baru lahir sekalipun sekitar Rp 16-an juta. Daya beli masyarakat sangat menurun, lapangan pekerjaan tak kunjung ada, PHK dimana-mana, imigran gelap merajalela, narkoba (baru-baru ini tertangkapnya artis ibukota) , korupsi), perpecahan akibat sara maupun perbedaan pilihan politik, aliran ekstrim kanan dan ektrim kiri, kualitas pendidikan, daya saing global yang rendah, persoalan kekayaan laut, perbatasan, pulau-pulau terluar. Aparatur negara pun mengalami dekadensi moral ada 318 kepala daerah baik gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota dipenjarakan karena korupsi; termasuk anggota legislatif, judikatif, maupun Aparatur Sipil Negara (ASN) lainnya. Termasuk baru-baru ini, ada korupsi dana desa yang melibatkan Bupati, Jaksa dan kroni-kroninya di oulau seberang Bumimoro Surabaya. Banyak motif dan kepentingan, untuk perpolitikan kita ternyata benang merahnya ada pada iman taqwa serta dampak negatif dari pemilu berbiaya sangat sangat mahal. Umumnya mereka maju ikut pemilu tidak memiliki modal uang yang cukup, sehingga kusak-kusuk cari cukong penyokongnya. Ini the real man/woman yang bakal membelenggunya. Jika mereka incumbent/petahana makan

potensi untuk utak-utik dana hibah, bansos, CSR untuk kepentingannya.

 

Perekonomian rakyat seperti usaha mikro, kecil, menegah dan koperasi masih jauh dari harapan. Koperasi sebagai soko guru perkenaomian rakyat yang sesuai dengan UUD 1945 terlindas habis oleh usaha-usaha konglomerasi baik nasional maupun global. Koperasi ibarat hidup segan mati tak mau. Dalam kondisi mati suri-sakaatul maut. Saat ini jumlah koperasi di Indonesia sebanyak 209.000-an , dibekukan/ditutup sebanyak 62.000-an karena tidak aktif. Selebihnya 147.000-an perlu dilakukan Reformasi total untuk mendongkrak citra dan peranan koperasi Indonesia melalui 3 (tigas) agenda utama yaitu RRP (Rehabilitasi, Reorientasi dan Pengembangan. Sedangkan jumlah Koperasi Syariah seluruh Indonesia baru mencapai 150. 223 unit (71 persen dari 209.000 koperasi ribawi). Status dan kodisinya sangat bagus, berkualitas dari sisi kesehatan koperasi, SDM (sumberdaya manusia) maupun IT (Information Technology). Koperasi syariah ini sangat potensial terlebih apabila mendapatkan proteksi dan keberpihakan negara serta ditunjang oleh optimalisasi wakaf, infaq dan zakat harta demi sebesar-besarnya kesejahteraan umat. Termasuk heboh otak-atik dana haji untuk pembangunan infrasturktur menutupi APBN.

 

Disisi lain, Penerimaan negara dari pajak kelas kakap terlewatkan, umumnya mereka punya koneksi & proteksi di luar negeri, ada maslah di sisni merkea hengkang ke negara lain; akhirnya rakyatlah yang menanggungnya. Kasus BLBI, bank century, divestasi saham Indosat, kasus lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan (kini menjadi milik Malaysia), Utang luar negeri untuk apa, kemana pos-posnya?, investasi bodong merongrong orang-orang yang inginnya nongkrong tapi dapat untung. Begitu pun, Manusia Indonesia sebagai faktor utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara belum mendapatkan perhatian serius. Daya saing masih rendah, tingkat pendidikan —angkatan kerja— mayortitas lulusan sekolah dasar, persolan tenaga kerja masih terpinggirkan, jumlah Serikat Buruh/Serikat Pekerja baru sekitar 2% dari 380-an ribu perusahaan. Angaran pendidikan 20% dari APBN masih menyisakan persoalan panjang, kurikulum yang gonta-ganti dan tidak link and match dengan dunia kerja, infrastruktur pendidikan, daya tampung yang tidak memadai, angka putus sekolah yang tinggi.

 

Pemilu 5 Kotak pada 2019

 

Tahun 2008, penulis telah mempublikasikan gagasan agar pemilu diadakan serentak sebagaimana tertulis dalam weblog hary berbicara maupun website www.webkita.net. Dalam perkembangannya pemilu serentak baru dimulai pada tahun 2015 dengan digelarnya Pilkada Serentak ke-1; dengan maksud utamanya menyederhanakan penyelenggaraannya sekaligus mempermurah pembiayaannya. Insyaalloh, nanti pada April 2019 akan diadakan pemilu serentak, para pemilih akan disuguhkan 5 (lima) kotak suara sesuai keterwakilan/peruntukkannya disertai banyak dan lebarnya kartu suara. Pemilu yang

 

direncanakan akan brlangsung pada April 2019 sebagai pemilu 5 Kotak. Ada lima konteastan yang harus dipilih meliputi 1) Anggota DPRRI, 2) Anggota DPRD Provinsi, 3) Anggota DPRD Kab/Kota, 4) Anggota DPD dan 5) Presiden/Wakil Presiden. Sementara itu pengesahan UU Pemilu masih menyisakan persoalan setelah hampir 9 bulan dilakukan pembahasan yang alot penuh adu akal dan okol; bahkan kini sedang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

 

Obral Dukungan Pengkultusan Individu

 

Fenomena obral dukungan, entah apa istilahnya merupakan bentuk kegagalan suatu partai politik membina dan menyiapkan kader terbaiknya untuk bersaing dalam kancah pemilu. Pernyataan dukungan, obral dukungan tak ubahnya kebulatan tekad pada zaman orde baru yang muaranya pada kultus individu serta ujung-unjungnya menyengsarakan rakyat. Suasana kini mulai menghangat, tanpa basa-basi disana-sini banyak si penebar citra, memoles diri bersenandung mencari pendukung. Tahun politik telah menggeliat, ada pilkada serentak 2018 mapun Pemilu 2019 yang akan lebih kompleks dan rumit dibanding 2014. Ini tantang besar bangsa ini untuk menyelenggarakan pemilu yang ultra extra mahal.. Ini menuntut semua pihak, terutama KPU untuk bekerja lebih cepat dan tepat mengingat waktunya tinggal 20-an bulan lagi. Potensi sengketa sangat tinggi sehingga MK pun harus keras keras dan benar demi keadilan yang seadil-adilnya agar rakyat dan bangsa ini tidak terbelah, tidak bercerai berai karena pemilu. Para kontestan harus siap kalah karena yang menang jumlahnya sedikit. Jangan sampai hutang untuk maju jadi kontestan karena kalau kalah pasti akan stress dan menghuni rumah sakit jiwa.Pemilu 2019 bagaikan pelangi harus menjadi khazanah perpolitikan Indonesia.

 

Dampak Ekonomi dan Sosial

 

Untuk mengantisipasi agar terjamin keutuhan ke-Indonesia-an kita maka sikap netral mutlak adanya. Netral adalah harga mati bagi TNI, POLRI, ASN (Aparatus Sipil negara, sebutan baru PNS) dan KPU. Dampak sosial yang harus diantisipasi adalah perpecahan antar kelompok raya karena beda pilihan. Walau demikian, pemilu tetap memiliki dampak ekonomi seperti banyak orderan alat-alat petaga kampanye seperti kaos, topi, rompi dan lain-lain. Sementara itu dampak negatif seperti perpecahan, bentrok, permusuhan karena beda pilihan harus terus dicermati secara seksama. Disini diperlukan sikap dewasa dan kenegaraan terutama oleh kontestan yang kalah. Sikap kalah itu tidak gampang, terlebih jika dana kampanye karena talangan pihak ketiga.

 

Puisi-esai ketidakadilan karya Denny JA pendiri Lingkaran Survey Indonesia itu berjudul TBKP (Tapi Bukan Kami Punya). Ini cuplikannnya : ”Dari mata burung garuda; Ia melihat dirinya. Dari dada burung garuda, Ia melihat desa, Dari kaki burung garuda, Ia melihat kota, Dari kepala burung garuda, Ia melihat Indonesia; Lihatlah hidup di desa, Sangat subur tanahnya, Sangat luas sawahnya, Tapi Bukan Kami Punya; Lihat padi menguning, Menghiasi

 

bumi sekeliling, Desa yang kaya raya, Tapi Bukan Kami Punya Lihatlah hidup di kota, Pasar swalayan tertata, Ramai pasarnya, Tapi Bukan Kami Punya. Lihatlah aneka barang, Dijual belikan orang, Oh makmurnya, Tapi Bukan Kami Punya. Jaka terus terpana, Entah mengapa, Menetes air mata ,Air mata itu Ia yang Punya”. Dari puisi ini menggamparkan bahwa Kita kehilangan jatidiri keasliannya. Hanya sebagai penonton yang ikut bersorak sorai karena terlena. Kita punya potensi sangat besar, kita mestinya mampu berdikari atas kekuatan sendiri. Kita punya sumberdaya alam melimpah, kita punya bonus demografi yang memadai dan perlu penangan serius lurus semata-mata demi kepentingan rakyat, bangsa dan NKRI.

 

Waspadai Intervensi Asing

 

Inteligen negara pun harus bekerja keras berada pada garis terdepan mengatisipasi berbagai kemungkinkan, termasuk intervensi asing. Disinyalir asing memainkan peranannya di berbagai negara demi kepentingan bisnisnya; terlebih Indonesia yang kaya akan sumberdaya alam. Semua rakyat, anak bangsa harus selalu waspada,kompak bersatu bersiaga terhadap berbagai kemungkinan. Sishamkamrata harus kokoh dengan pilar utamanya TNI, dengan rakyat sebagai kekuatan pendukungnya.

 

Harapan Kita

 

Kondisi yang menjamin harkat, martabat dan kemaslahatan hidup rakyat Indonesia secara adil dan mertaa menjadi impian dan haparan kita. Semua hal yng dilakukan haruslah bertumpu pada tujuan nasional yang termaktub dalam aline ke-4 Pembukaan UUD 1945. Kepada para pemimpin yang sedang diberi amanah oleh rakyat, harus fokus benar-benar mengacu pada tujuan nasional sehingga setiap apa yang dilakukan tidak boleh menyimpang. Jangan mengorbankan kepentingan rakyat, bangsa dan negera untuk kepentingan pribadi maupun golongan. Demi jatidiri ke-Indonesia-an kita, keasliannya kita tidak punah tergilas oleh roda-roda korporasi, kapitalime, globalisasi atau ancaman-ancaman lain entah itu apa namanya. Dan yang pasti kita tidak ingin keaslian Indonesian menjadi punah menjadi seperti suku Aborigin , suku Indian atau lainnya yang punah. Selama hayat masih dikandung badan bumi yang dianugerahkan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) wajib kita jaga dan bela sampai titik darah penghabisan. Dan pastikan agar anak cucu negeri ini sebagai generasi penerus bangsa sesuai cita-cita proklamasi tidak akan kehilangan sedikitpun dari keindonesiaan ini sesuai amanah Prolamasi 17 Agustur 1945 maupun nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Tiap-tiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabnnya kepada Alloh Tuhan yang Maha Esa. Dengan demikian, kemerdekaan yang merupakan rahmat dari Alloh SWT dapat dijaga dan dibela untuk kesejahteraan rakyat, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. dan hendaknya janganlah bercermin dengan cermin yang retak; atau diretakkan demi menaikkan citra dan dukungan. Dan akhirnya Kita berharap agar Jayalah Indonesia, mampu menjaga keasliannya serta berdikari atas kekuatan sendiri untuk selamanya. Aamien YRA (harysmwt@gmail.com; www.webkita.net)